Artikel yang saya tulis kali ini saya posting sebagai salah satu syarat mengikuti kompetisi blog "A Mild Live Wanted 2009" yang diadakan oleh "A Mild". Tanpa pikir panjang lagi saya langsung menulis artikel buat mengikuti kompetisi tersebut. Kenapa saya cepat-cepat mengirim artikel ini? Ya karena saya ingin mengejar masuk sebagai 100 peserta pertama yang mengirim artikel. Lumayan bro bisa langsung dapat CD plus Topi dari A Mild, tidak usah muluk-muluk dapat hadiah utamanya. Dapat dua hadiah itu saja sudah membuat diriku merasa senang sekali. Kepengen sih dapat hadiah utamanya, doa'in saja artikelku ini terpilih yach. Kalau memang rezeki tidak akan kemana kok, yang penting kita usaha saja menulis artikel yang menarik.
Pada awalnya, saya sempat bingung juga mengenai topik apa yang akan saya bahas di artikel ini. Setelah dipikir-pikir akhirnya saya memutuskan untuk mengambil topik mengenai seputaran Pemilu Indonesia yang belakangan ini sedang hangat-hangatnya diperbincangkan banyak orang. Memang kalau dikaitkan dengan A Mild, topik ini tidak ada hubungannya. Apa sih hubungan A Mild ama Pemilu Indonesia? Ngga ada kan?. Yang jelas, dalam kompetisi blog "A Mild Live Wanted 2009" ini panitia membebaskan para pesertanya untuk memilih topik artikel apapun asalkan tidak terkait dengan periklanan internet dan tidak menyinggung SARA. So, menurut kalian apakah artikel saya ini masuk dalam kedua kategori tersebut? Dibaca aja ya dan berikan komentarnya.
Seminggu sudah Pemilu Caleg berlalu, semua media yang ada di Indonesia baik media cetak maupun elektronik saat ini berlomba-lomba untuk menyajikan berita terkini mengenai perkembangan hasil Pemilu Caleg yang baru saja dihelat. Kalau bagi saya, bukanlah informasi mengenai hasil suara pemilu yang ingin saya ketahui melainkan informasi pelanggaran-pelanggaran apa saja yang telah dilakukan oleh partai-partai selama melaksanakan kampanye. Menurut saya pribadi, percuma saja suatu partai memperoleh suara yang banyak jika cara kampanye yang dilakukan melanggar aturan yang telah ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Isu Money Politic menjadi salah satu pelanggaran yang paling banyak ditemukan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Banwaslu) di lapangan. Berbagai macam cara dan upaya dilakukan oleh para tim sukses caleg-caleg yang bertarung untuk menarik simpatik dari para calon pemilih, salah satu diantaranya ya itu tadi, menarik simpati dengan cara memberikan imbalan berupa uang atau barang. Gimana mau menciptakan Demokrasi Pancasila yang murni kalau cara yang digunakan untuk memperoleh suara tidak fair?
Beberapa waktu yang lalu saya sempat menonton acara di salah satu media televisi dimana pada saat itu yang menjadi narasumbernya adalah salah satu artis yang mencalonkan diri menjadi calon legislatif. Dan kebetulan topik yang dibahas pada saat itu adalah indikasi banyak terjadinya money politic baik pada saat kampanye maupun pada saat sebelum pelaksanaan pencontrengan. Kalau dalam dunia politik, istilah kerennya yaitu Serangan Fajar. Yang agak menggelitik hati saya pada saat itu ketika narasumber tersebut dimintakan pendapatnya mengenai money politic, dengan santainya dia menjawab "Apakah salah kita memberikan seseorang benda atau uang jika kita ikhlas? Lagipula dari Banwaslu harus tegas juga donk dalam menyikapi kasus money politic ini seperti apa, tindakan-tindakan apa yang termasuk dalam money politic, dan apakah ada batasan minimal uang/benda yang diberikan termasuk dalam money politic atau tidak".
Sejenak saya tersenyum mendengar jawaban itu. Sebagai salah satu staf Internal Audit di perusahaan leasing yang ada di daerah saya, yang namanya uang (money) merupakan satu hal yang sangat sensitif dimana jika ditemukan suatu pelanggaran berkaitan dengan uang (money), biarpun jumlahnya hanya Rp. 1.000,-, maka sangsi yang akan dijatuhkan adalah PHK. Memang terkesan kejam, tapi yang namanya uang (money) tidak ada tolerir. Dapat kita lihat kan buktinya, banyak anggota dewan yang tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena telah melakukan korupsi yang nilainya mencapai ratusan juta atau bahkan milyaran rupiah.
Kalau dipikir secara logika, suara yang diberikan karena uang pasti tujuannya tidak ikhlas lagi. Beda dengan orang yang memilih berdasarkan hati nuraninya, itu baru yang namanya Demokrasi Pancasila murni. Mau dibawa kemana bangsa kita tercinta ini jika cara yang digunakan untuk menjadi pemimpin adalah cara yang tidak fair? Apa mereka tidak berpikir kalau jabatan yang akan mereka duduki merupakan amanah dari seluruh do'a dan harapan rakyat Indonesia? Sebenarnya apa tujuan mereka sebenarnya ingin menjadi wakil rakyat, benar-benar ingin menjadi wakil rakyat atau hanya sekedar ingin mengejar penghasilan dan fasilitas yang akan mereka peroleh nanti?
Intinya, seseorang yang memberikan sesuatu kepada orang lain baik itu uang atau barang, pasti dalam hatinya dia akan mengharapkan itu kembali. Memang bias jika kita mau melihat tujuan orang tersebut ikhlas atau tidak, namun jika ikhlas kenapa hanya pada saat kampanye saja mereka baru mau memberikan sesuatu kepada orang lain? Kenapa tidak dari dulu-dulu saja kalau memang mereka mau menolong orang lain? Setidaknya itu yang ada dipikiran saya saat ini menanggapi fenomena pemilu yang terjadi sekarang. Terserah bagaimana teman-teman mau menanggapi fenomena ini, masing-masing pasti punya jalan pemikiran yang berbeda. Kalau dari saya, Sekali Money Politic Tetap Money Politic.
Dari pada kita berkorban uang yang sangat besar hanya demi suatu jabatan yang belum pasti, lebih baik ikutan "A Mild Live Wanted 2009" saja. Buat para pemusik pemula, hanya cukup mengirimkan CD Demo musik hasil ciptaan sendiri ke A Mild saja, siapa tahu bisa beruntung kayak D'Masiv. Sedangkan bagi para blogger pemula seperti saya, cukup menulis artikel dan daftarin deh di webnya. Gampang kan? Tidak perlu keluar banyak uang, hanya mengandalkan ide dan kreatifitas masing-masing individu saja. Menurut saya cara ini lebih fair dibanding harus menggunakan cara Money Politic. Setuju ngga teman-teman??.
Sumber : Dwi Wahyudi, SE
Pada awalnya, saya sempat bingung juga mengenai topik apa yang akan saya bahas di artikel ini. Setelah dipikir-pikir akhirnya saya memutuskan untuk mengambil topik mengenai seputaran Pemilu Indonesia yang belakangan ini sedang hangat-hangatnya diperbincangkan banyak orang. Memang kalau dikaitkan dengan A Mild, topik ini tidak ada hubungannya. Apa sih hubungan A Mild ama Pemilu Indonesia? Ngga ada kan?. Yang jelas, dalam kompetisi blog "A Mild Live Wanted 2009" ini panitia membebaskan para pesertanya untuk memilih topik artikel apapun asalkan tidak terkait dengan periklanan internet dan tidak menyinggung SARA. So, menurut kalian apakah artikel saya ini masuk dalam kedua kategori tersebut? Dibaca aja ya dan berikan komentarnya.
Seminggu sudah Pemilu Caleg berlalu, semua media yang ada di Indonesia baik media cetak maupun elektronik saat ini berlomba-lomba untuk menyajikan berita terkini mengenai perkembangan hasil Pemilu Caleg yang baru saja dihelat. Kalau bagi saya, bukanlah informasi mengenai hasil suara pemilu yang ingin saya ketahui melainkan informasi pelanggaran-pelanggaran apa saja yang telah dilakukan oleh partai-partai selama melaksanakan kampanye. Menurut saya pribadi, percuma saja suatu partai memperoleh suara yang banyak jika cara kampanye yang dilakukan melanggar aturan yang telah ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Isu Money Politic menjadi salah satu pelanggaran yang paling banyak ditemukan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Banwaslu) di lapangan. Berbagai macam cara dan upaya dilakukan oleh para tim sukses caleg-caleg yang bertarung untuk menarik simpatik dari para calon pemilih, salah satu diantaranya ya itu tadi, menarik simpati dengan cara memberikan imbalan berupa uang atau barang. Gimana mau menciptakan Demokrasi Pancasila yang murni kalau cara yang digunakan untuk memperoleh suara tidak fair?
Beberapa waktu yang lalu saya sempat menonton acara di salah satu media televisi dimana pada saat itu yang menjadi narasumbernya adalah salah satu artis yang mencalonkan diri menjadi calon legislatif. Dan kebetulan topik yang dibahas pada saat itu adalah indikasi banyak terjadinya money politic baik pada saat kampanye maupun pada saat sebelum pelaksanaan pencontrengan. Kalau dalam dunia politik, istilah kerennya yaitu Serangan Fajar. Yang agak menggelitik hati saya pada saat itu ketika narasumber tersebut dimintakan pendapatnya mengenai money politic, dengan santainya dia menjawab "Apakah salah kita memberikan seseorang benda atau uang jika kita ikhlas? Lagipula dari Banwaslu harus tegas juga donk dalam menyikapi kasus money politic ini seperti apa, tindakan-tindakan apa yang termasuk dalam money politic, dan apakah ada batasan minimal uang/benda yang diberikan termasuk dalam money politic atau tidak".
Sejenak saya tersenyum mendengar jawaban itu. Sebagai salah satu staf Internal Audit di perusahaan leasing yang ada di daerah saya, yang namanya uang (money) merupakan satu hal yang sangat sensitif dimana jika ditemukan suatu pelanggaran berkaitan dengan uang (money), biarpun jumlahnya hanya Rp. 1.000,-, maka sangsi yang akan dijatuhkan adalah PHK. Memang terkesan kejam, tapi yang namanya uang (money) tidak ada tolerir. Dapat kita lihat kan buktinya, banyak anggota dewan yang tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena telah melakukan korupsi yang nilainya mencapai ratusan juta atau bahkan milyaran rupiah.
Kalau dipikir secara logika, suara yang diberikan karena uang pasti tujuannya tidak ikhlas lagi. Beda dengan orang yang memilih berdasarkan hati nuraninya, itu baru yang namanya Demokrasi Pancasila murni. Mau dibawa kemana bangsa kita tercinta ini jika cara yang digunakan untuk menjadi pemimpin adalah cara yang tidak fair? Apa mereka tidak berpikir kalau jabatan yang akan mereka duduki merupakan amanah dari seluruh do'a dan harapan rakyat Indonesia? Sebenarnya apa tujuan mereka sebenarnya ingin menjadi wakil rakyat, benar-benar ingin menjadi wakil rakyat atau hanya sekedar ingin mengejar penghasilan dan fasilitas yang akan mereka peroleh nanti?
Intinya, seseorang yang memberikan sesuatu kepada orang lain baik itu uang atau barang, pasti dalam hatinya dia akan mengharapkan itu kembali. Memang bias jika kita mau melihat tujuan orang tersebut ikhlas atau tidak, namun jika ikhlas kenapa hanya pada saat kampanye saja mereka baru mau memberikan sesuatu kepada orang lain? Kenapa tidak dari dulu-dulu saja kalau memang mereka mau menolong orang lain? Setidaknya itu yang ada dipikiran saya saat ini menanggapi fenomena pemilu yang terjadi sekarang. Terserah bagaimana teman-teman mau menanggapi fenomena ini, masing-masing pasti punya jalan pemikiran yang berbeda. Kalau dari saya, Sekali Money Politic Tetap Money Politic.
Dari pada kita berkorban uang yang sangat besar hanya demi suatu jabatan yang belum pasti, lebih baik ikutan "A Mild Live Wanted 2009" saja. Buat para pemusik pemula, hanya cukup mengirimkan CD Demo musik hasil ciptaan sendiri ke A Mild saja, siapa tahu bisa beruntung kayak D'Masiv. Sedangkan bagi para blogger pemula seperti saya, cukup menulis artikel dan daftarin deh di webnya. Gampang kan? Tidak perlu keluar banyak uang, hanya mengandalkan ide dan kreatifitas masing-masing individu saja. Menurut saya cara ini lebih fair dibanding harus menggunakan cara Money Politic. Setuju ngga teman-teman??.
Sumber : Dwi Wahyudi, SE
Kalo belum jadi udah main duit, motivasi setelah jadi jelas sudah. Kembali modal pasti jadi prioritas utama. Btw, dapet hadiahnya mas? mau ikut masih dapet gak yah?